Monday, August 1, 2016

Dari Penambang Pasir dan Penjual Koran, Kini Ia Memimpin MTsN Berprestasi Internasional

?

Berkat konsistensinya mengabdikan diri untuk pendidikan, kemampuannya menyusun perencanaan, serta yang terpenting kecakapannya menggerakkan semua potensi dan mengelola kebersamaan, Drs. Suhardi, M.Ag. mampu menjadikan madrasahyag biasa menjadi luar biasa. Madrasah yang dulunya tidak diminati bahkan tidak dikenal, sekarang diperebutkan oleh para orang tua calon siswa baru.

Tidak hanya madrasahnya atau kepala madrasahnya yang keren, para siswa MTsN 2 Pamulang juga mencatatkan segudang prestasi tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Ada banyak inspirasi yang bisa diambil dari seorang guru yang berasal dari latar belakang keluarga sangat-sangat sederhana ini.

Suhardi berasal dari keluarga kurang mampu. Waktu kecil ia ikut bekerja mengambil pasir dengan cara menyelam sungai. Ia membeli makan dari hasil menjual pasir itu. “Kalau laku ya makan kalau nggak ya ngutang dulu,” katanya.

Ketika masuk salah satu SMA swasta di Comal Pemalang, Jawa Tengah, untuk membayar biaya sekolah saja ia harus bekerja sebagai pengamen. Jika waktunya membayar SPP Suhardi mengamen dari rumah ke rumah. Padahal waktu itu ia menjadi ketua OSIS.

Ada kejadian penting waktu ia mengamen. Rumah yang didatangi ternyata rumah salah seorang temannya. Keesokan harinya, temannya melapor ke kepala sekolah. Suhardi dipanggil dan dimarahi oleh kepala sekolah. Setelah ia bercerita alasannya mengamen baru kepala sekolah memahami. Namun ia dilarang mengamen lagi dan pihak sekolah memberinya beasiswa penuh, ia tidak perlu bayar sekolah lgi.

Kondisi ekonomi orang tua belum membaik. Pendidikan saudara-saudara Suhardi tidak terlalu menjadi prioritas. Suhardi akhirnya lulus SMS salah satunya berkat bantuan dari kepala sekolah yang juga guru bahasa Inggris. Namanya Pak Mahrus. Sang guru menerbitkan buku “Nine Hundred” yang berisi 900 percakapan sederhana dalam bahasa Inggris. Suhardi ikut membantu mengetik materi percakapannya lalu buku dicetak dan Suhardi menerima pembayaran dari hasil penjualan buku itu.

Nekad Merantau ke Jakarta

Usai lulus SMA, Shardi ingin melanjutkan kuliah, namun dari mana biayanya? Ia mengajak temannya bernama Wahono berangkat ke Jakarta.

“Saya bilang mas kuliah yuk, cuman kita lagi nggak ada duit. Lalu dijawab udah pake uang saya aja. Akhirnya saya ke Jakarta IAIN dengan biaya dia, makan juga sama, apa saja ditolongin sama temen saya itu,” kata Suhardi.

Suhardi mengenang peran salah seorang temannya itu dalam perjalanan hidupnya. Ia memanggilnya Mas Wahono yang saat ini bekerja di daerah Bekasi. Sayangnya waktu itu, ketika melihat pengumuman hasil tes hanya Suhardi yang lulus. Wahono tidak diterima kuliah. Kata Suhardi kepada Wahono, “Njenengan (Anda) saja yang masuk, kan uangnya dari njenengan.” Wahono menolak dan meminta Suhardi yang melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat.

Setelah dinnyatakan lulus tes kuliah, ia tidak berani melapor ke orang tuanya. Ia yakin orang tuanya tidak setuju karena pertimbangan biaya. Suhardi menemui beberapa temannya dan beberapa diantara mereka menyumbang Rp 1000 hingga Rp 5000. Seorang temannya yang memberinya uang Rp. 5000 itu merupakan hasil dari jual lukisannya. Saat ini temannya itu menjadi Pelukis di Perancis, menikah dengan wanita Perancis dan saat ini menetap di sana.

Mas Wahono sempat membantu biaya daftar ulang untuk kuliah sebesar Rp 114.000. Suhardi lalu memberanikan diri menceritakan ikhwal masuk kuliah di Jakarta. Dan benar seperti yang diperkirakan. Ayahnya marah. Dari mana ia akan membayar biara kuliah.

Sebelum berangkat Suhardi sempat meminta bantuan kepada Pak Lurahnya, namun hasilnya nol. Ayahnya mengatakan kepada Suhardi dengan agak marah dalam bahasa Jawa, “Sudah dikasih tahu tidak usah kuliah. Sudah berhenti saja.” Namun Suhardi tetap maju. Ibunya diam-diam menjual kalung untuk membantu bekal kuliah Suhardi di Jakarta. Ayahnya akhirnya mengizinkan dan memberinya tambahan bekal Rp. 12.000. Kata Ayahnya, “Kalau kamu mau mengambil uang ini untuk kuliah maka ambillah. Kalau tidak ya kamu di rumah saja membantu ayah bekerja.” Suhardi berangkat ke Jakarta dengan membawa uang yang terkumpul sebesar Rp. 125.000. Suhardi berjanji tidak akan meminta uang kepada orang tuanya lagi.

Di IAIN, Suhardi masuk jurusan Bahasa Indonesia. Sesampai di Jakarta, sambil menunggu datangnya masa OSPEK bagi mahasiswa baru dia mengulangi profesinya waktu SMS dengan menjadi pengamen di Terminal Pulogadung Jakarta Timur, sambil berjualan minum. Ia memutar otak bagaimana caranya memutar uang perbekalannya yang sebagian sudah habis untuk biaya transportasi dari Pemalang ke Jakarta.

Jual Koran ke Komplek Dosen

Di kampus Ciputat, sembari kuliah muncul ide Suhardi untuk menyambung hidup dan membayar biaya kuliah dengan berjualan koran. Selama empat tahun ia menekuni profesi sebagai penjual koran, termasuk ke komplek dosen IAIN. Salah satu pelanggannya yang ia ingat antara lain Prof Abuddin Nata. Mereka semua tahu kalau Suhardi adalah salah satu mahasiswa IAIN. “Alhamdulillah saya tidak dianugerahi rasa malu terhadap hal itu, intinya yang penting halal,” kata Suhardi.

Suatu ketika, ia berjualan koran di bis. Ternyata seisi bus itu ternyata adalah teman-temanya di kampus. Dia sempat malu. Namun hikmahnya mereka semua ikut berlangganan koran. “Jadi, saya kemana-mana membawa koran,” kenan Suhardi.

Sebenarnya dari berjualan koran itu Suhardi sangat berkecukupan. Waktu itu penghasilannya selama sebulan sekitar Rp. 200.000. Padahal biaya kuliahnya hanya Rp. 90.000. Bukan hanya itu, dengan karena kemana-mana ia selalu membawa koran, ia lebih banyak membaca dibanding teman-temannya. Ia juga sering menuangkan gagasannya lewat tulisan dan tentu memudahkannya saat mengerjakan tugas akhir kuliah.

Setelah lulus kuliah ia menikah dan menjadi pengajar honorer di sekolah menengah sambil melanjutkan kuliah lagi S2 saya di Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) di Jl Cireundeu pada jurusan masyarakat Islam. Ia juga aktif mengikuti forum-forum diskusi seperti di Paramadina. Ia juga sempat mengikuti kursus di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.

Ia beberapa kali mengikuti tes masuk menjadi dosen di  IAIN tapi selalu gagal. Namun saat mengajukan lamaran sebagai PNS di lingkungan Kementeria Agama, ia lolos dan mengantarkannya sebagai guru madrasah sampai saat ini.

Mulai Bertugas di MTs

[caption id="attachment_2319" align="aligncenter" width="300"]Suhardi-menunjukkan-kalender-akademik-dan-target-tahunan-yang-akan-dicapai Suhardi-menunjukkan-kalender-akademik-dan-target-tahunan-yang-akan-dicapai[/caption]

Memulai tugas di MTsN 2 Pamulang, Suhardi tidak menyangka rumah kepala madrasah berada di dekat masjid tempat ia shalat dhuha ketika mau berjualan koran semasa kuliah. Nama kepala madrasahnya Ibu Iis Aisyah. Namun ternyata Sang Kepala Madrasah tidak ingat kalau Suhadilah yang dulu setiap hari mengirim koran ke rumahnya.

Suhardi menjadi guru bahasa Indonesia di MTsN 2 sampai tahun 2002. Setelah itu ia diminta memimpin pembangunan madrasah baru hasil kerjasama pemerintah Indonesia dengan Australia. Lokasinya di kampung daerah Pegedangan, Tangerang. “Alhamdulillah yang saya bangun itu kualitas nomor satu di antara SMP dan MTS se-povinsi Banten,” kata Suhardi.

Setelah itu ditunjuk sebagai kepala di madrasah baru itu. Saat itu ia sendiri yang mempromosikan madrsah dan berkeliling mencari siswa ke MI dan SD sekitar. Ia mendapatkan 70 orang siswa. Ia diberi waktu 4 tahun mengembangkan madrasah sebelum kembali bertugas di MTsN Pamulang.

Pada 2007 ia dipindahkan lagi ke Pamulang. “Waktu itu saya masih tidak punya rule model,” katanya. “Waktu di pegedangan saya juga nggak punya rule model, lalu saya buat desain visi dan misi dan menerapkan sistem belajar KTSP  serta mengadakan pelatihan karakter tim dari jakarta agar menjalin kekompakan antara guru senior dan junior.”

Dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan, diperlukan kebersamaan dan kekompakan. Supaya kebersamaan guru terjalin dan solid, ia menerapkan manajemen keterbukaan terutama dalam hal keuangan. Masalah keuangan dibuka setransparan mungkin dalam forum rapat kerja.

“Misalya begini. Coba kita bikin masukan apa saja pada waktu itu, lalu dirundingkan bersama-sama hingga tertuju pada rumusan dan pendanaannya. Lantas hasilnya akan disebarluaskan dengan penggunaannya dilakukan semaksimal mungkin sampai pemasukan dan pengeluaran itu berjumlah nol sehingga alokasi-alokasinya sudah diketahui dari awal,” katanya.

Melalui keterbuakaan itu, menurut Suhardi, akan terjalin rasa saling percaya. Dan kepercayaan terhadap pimpinan akan meningkatkan integritas dan semangat untuk bekerja secara bersama-sama dalam membangun dan mengembangkan madrasah.

Pada 2008 MTsN 2 mendapatkan tawaran untuk mengikuti Lomba Madrasah Teladan oleh Kementerian Agama. “Alhamdulillah kami juara satu dengan usaha dan semangat teman-teman baik siang maupu malam,” katanya.

Membereskan Sampah dan Membangun Waduk

[caption id="attachment_2320" align="aligncenter" width="300"]Suhardi memperlihatkan waduk penangkal banjir MTsN 2 Pamulang yang dibangunnya Suhardi memperlihatkan waduk penangkal banjir MTsN 2 Pamulang yang dibangunnya[/caption]

Selanjutnya ia menerima ide untuk mengikutkan madrasah dalam lomba UKS. Dibuatlah UKS dan pemilik ide sebagai ketuanya. Para guru dan siswa digerakkan. Hasilnya MTsN selalu juara UKS, dimulai dari tingkat kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. “Lucunya itu orang-orang kaget kenapa sekolah yang biasa banjir dan dekat tempat sampah kok bisa jadi juaranya,” kata Suhardi.

“Akhirnya saya bikin asrama di belakang bekas tempat sampah itu. Penyebab banjir diantaranya karena daerah kita paling rendah seperti palung. Jadi saya terharu ketika ada yang bilang MTs yang belakangnya tempat sampah kok jadi juara UKS.”

Untuk menanggulangi banjir, Suhardi meminta bantuan Komite Madrasah untuk membuat waduk di bagian belakang madrasah. Waduk berukuran 7x6x6 meter itu berfungsi menampung air, kemudian disedot oleh 3 mesin pompa. “Alhamdulillah setelah itu tidak ada banjir lagi. Ketika datang hujan langsung kita sedot, datang lagi sedot lagi. Jadi meskipun posisi kita rendah tapi ya tetep selamat,”katanya.

Setelah memperoleh juara 1 UKS, MTsN Pamulang mendapatkan kunjungan kehormatan dari Gubernur Banten. Suhardi tidak menyia-nyiakan kesempatan. Secara langsung ia mengatakan kepada Gubernur bahwa sekolah membutuhkan tanah. Ia mengatakan bahwa di belakang madrasah masih banyak lahan kosong. Ia segera mengkonfirmasi Camat setempat. Karena sudah bertemu Gubernur dan ditambah Walikota Tangerang Selatan akhirnya Pak Camat dan Pak Lurah ikut membantu membebaskan tanah.

Tanah kosong yang dimaksud adalah tanah yang selama ini ditempati oleh warga untuk membuang sampah sembarangan dan sangat mengganggu lingkungan sekitar. Di atas tanah bekas tempat sampah itu saat ini sudah berdiri bangunan megah yang direncanakan akan ditempati sebagai asrama siswa atau pesantren dengan beberapa program khusus yang telah dicanangkan.

Misi Madrasah Jelas: Harus Mendapat Prestasi

Selain memenangi lomba UKS MTsN 2 Pamulang telah mendapatkan beberapa pernghargaan, antara lain Juara Umum Porseni beberapa bidang olahraga seperti bulutangkis, futsal, taekwondo, marcing band, dan kontes robotik. Untuk marching band, madrasah ini telah memeroleh Piala Wakil Presiden 2010 dan Piala Presiden 2010. Untuk robotik, MTsN 2 Pamulang bahkan sampai memperoleh juara pda kontes robitik tingkat internasional di Malaysia.

Khusus untuk marching band, Suhardi punya cerita tersendiri. “Tahun 2010 saya punya waka kesiswaan yang hobi marching band. Lalu saya tantang kamu bisa nggak bikin rumah marching band nasional? Katanya, bisa pak. Saya tidak tahu bagaimana caranya, tapi kata dia, gampang pak. Kita jalan-jalan ke pasar baru lihat toko-toko marching band yang bagus-bagus nanti kita kerjasama saja. Akhirnya kita pergi ke pasar baru. Ketemulah toko Wijaya punya orang India. Saya katakan, saya ingin merintis marching band tapi saya tidak punya alat dan saya janji kalau saya akan membeli alat-alat akan ke bapak terus. Saya datang ke situ dan bikin MOU. Jadi saat latihan pakeknya alat yang bagus dan harganya mahal sekali 20 jutaan itu,” kata Suhardi bercerita.

Semenjak itu MTsN 2 Pamulang selalu langganan juara marching band. Pucanknya madrasah tsanawiyah ini berhasil memeroleh Piala Presiden dan sering kali menang kompetisi dengan sekolah lain seluruh Indonesia bahkan dengan grup marching band tingkat SMA dan perguruan tinggi.

Kembali ke toko Wijaya yang pertama meminjamkan alat marching band, setelah beberapa kali juara, pemilik toko makin percaya kepada Suhardi. Bahkan anak dari penjaga toko juga disekolahkan ke MTsN 2 Pamulang. Salah satu inspirasi yang bisa diambil adalah bahwa ketidaktersediaan sarana bukan hambatan untuk meraih prestasi. Dengan tekat juara, beragam cara bisa ditempuh.

Prestasi yang sangat embanggakan diraih MTSN 2 pada akhir tahun 2014 di bidang robotik. MTsN ini memborong sejumlah penghargaan dalam kontes robotik tingkat internasional di Johor Malaysia. Padahal kegiatan eskul robotik baru dimulai pada 2013, baru satu tahun sebelum prestasi internasional diraih. Hampir mirip seperti marching band, pada awalnya madrasah ini juga tidak punya peralatan robotik. Salah satu kunci sukses dalam hal ini adalah kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten dan kejelian memilih siswa yang berbakat di bidang logika, matematika, sains dan informatika.

Prestasi akademik yang diperoleh MTsN ini lebih banyak lagi, dari mulai lomba cerdas cermat di berbagai tingkatan, olympiade matematika, oimpiade MAFIIBB bidang bahasa Inggris, dan lomba karya tulis tingkat nasional. Penghargaan khusus untuk institusi madrasah sendiri, tahun 2008 MTsN telah ditetapkan sebagai madrasah berprestasi tingkat Kanwil Kemenag Banten, dan tahun 2009 MTsN mendapatkan Juara I LOmba Madrasah Berpretasi Tingkat Nasional.

Menurut Suhardi MTsN menyusun kalender pendidikan dengan cangat rapi. Hasil rapat kerja juga dicetak dengan baik dan karena melibatkan semua komponen maka hasil rapat kerja ini bersifat mengikat semua pihak. Semua yang telah dirumuskan bersama harus dilaksanakan. Madrasah juga telah menyusun dan menerbitkan buku pedoman khusus tentag pengelolaan Kelas Bina Prestasi.

Menurut Suhardi, target yang ingin dicapai oleh sekolah jelas, yakni harus berprestasi. Dari berbagai prestasi yang telah dicapai, maka tingkat kepercayaan masyarakat kepada madrasah ini juga otomatis akan naik.

Membangun Kekompakan

Pihak yang paling bertanggungjawab untuk memajukan madrasah adalah kepala madrasah. “Kepala madrasah sebagai keyword,” kata Suhadri. Namun kepala madrasah tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Maka salah satu kunci penting lainnya adalah bagaimana menggerakkan semua komponen pengelola sekolah dan guru agar berperan secara maksimal

“Untuk itu kepala sekolah harus memiliki visi dan sikap keterbukaan yang tinggi. Di sekolah ini sangat terbuka sekali masalah keuangan dan yang lain. Saya tiap tahun menerbitkan buku panduan manajemen. Pada bab pertama ialah kebijakan madrasah termasuk visi misi, seperti kebijakan dana sosial harus dibuatkan indek. Bab kedua ialah kurikulum, ketiga program, keempat struktur organisasi, kelima RAB, keenam akademik. Jadi  segala arah pada tahun mendatang menjadi jelas target-targetnya,” kata Suhardi.

Buku panduan itu diselesaikan pada awal tahun dan diselesaikan oleh bidang Humas. Jadi semua program sekolah telah berjalan secara sistemik, tidak hanya mengandalkan sosok seorang Suhardi sebagai kepala sekolah. Tugas kepala madrasah adalah memastikan semua menjalankan tugas masing-masing. Untuk mengontrol dan mengevaluasi tugas masing-masing, ada media diskusi dan mekanisme teguran bagi yang tidak mencapai target.

Itu semua adalah dari sisi teknis manajemen. Namun, kata Suhardi, ruh dari semuanya adalah kebersamaan dan kekompakan. Kekompakan bisa diwujudkan dengan keterbukaan. Dan keterbukaan yang paling penting adalah pada soal uang dan pendanaan. (A. Khoirul Anam)

No comments:

Post a Comment