“Bahasa yang digunakan dalam tulisan itu adalah bahasa lokal Nusantara seperti Jawa, Melayu atau Bugis, namun menggunakan huruf Arab,” kata Menteri Agama saat menyampaian orasi ilmiah pada Wisuda ke-17 dan Dies Natalis IIQ ke-39 di gedung Pesantren Takhassus Al-Qur'an IIQ, Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu (27/8) lalu.
Karena itu pada peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2016 nanti, Kementerian Agama juga akan mencanangkan Gerakan Budaya Tulis Al-Qur’an yang diawali secara simbolis oleh para santri dari berbagai pondok pesantren.
Menteri Agama mengatakan, pihaknya bersyukur saat ini minat umat Islam di Indonesia untuk belajar Al-Qur’an semakin meningkat. Berbagai metode baru belajar Al-Qur’an muncul yang didukung berbagai aplikasi teknoogi modern, serta banyak sekali program tahfidz Al-Qur’an.
Dalam Orasi Ilmiah yang dengan tema “Implementasi Kandungan Al-Qur'an di Bumi Nusantara” ia menyampaikan, proses pembumian Al-Qur’an sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Nusantara secara damai.
Beberapa ulama Indonesia juga mempunyai keahlian khusus di bidang Al-Qur’an dan telah mempunyai karya monumental serta diakui dunia. Di bidang tafsir Al-Qur’an ia menyebut nama Syekh Nawawi Banten dengan Tafsir Marah Labid, Buya Hamka dengan Tafsir Al-Azhar, Hasbi As-Syidiqi dengan Tafsir Al-Bayan, KH Bisri Musthofa dengan Tafsir Al-Ibriz dan Prof Quraisy Syihab dengan Tafsir Al Misbah.
Di bidang nadzam dan tilawah ada Tubagus Shalih Ma'mun, KH Bashori Alwi, H Muammar ZA dan Hj Maria Ulfa. Nama terakhir ini adalah qaria’ah internasional yang bersal dari IIQ sendiri.
Sementara di bidang qiraat ada KH Arwani Kudus, KH Abdullah Salam Nawawi Bantul, KH Amrun Rawasari, Hj Nur Asmah, KH Ahmad Fathoni, dan KH Ahsin Sakho Muhammad yang pernah menjadi Rektor IIQ.
Perkembangan ilmu Al-Qur’an saat ini juga didukung dengan penguasaan perangkat disiplin keilmuan modern sehingga diharapkan Al-Qur’an akan semakin membumi di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. [Anam]
No comments:
Post a Comment