Meski baru diresmikan pada Rabu 9 September 2015 silam, Institut KH Abdul Chalim yang berdiri megah di Desa Bendungan Jati, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini sudah mencatatkan rekornya sebagai perguruan tinggi bonavide. Mahasiswanya berasal dari enam negara asing dan 23 provinsi di Indonesia. Apa yang menarik dari kampus baru ini?
Institut KH Abdul Chalim berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang dipimpin oleh KH Asep Saifuddin. Ada tiga fakultas yang didirikan. Fakultas Tarbiyah terdiri dari tiga program studi yakni Manajemen Pendidikan Islam (MPI), Pendidikan Bahasa Arab (PBA), dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah (PGMI). Fakultas Syariah memiliki dua program studi yakni Hukum Keluarga (Akhwal Syakhsiyah) dan Ekonomi Syariah. Sementara Fakultas Dakwah mempunyai program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
Dari 300 mahasiswa baru yang dterima di kampus baru ini, tercatat ada belasan mahasiswa yang berasal dari enam negara asing: Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Afghanistan dan Kazakhstan. Sementara hampir 100 mahasiswa lainnya berasa dari 23 provinsi di seluruh Indonesia.
KH Asep Saifuddin mengatakan, Institut KH Abdul Chalim dibangun atas cita besar untuk memajukan Islam dan Indonesia. “Kalau di Inggris ada Cambridge, di Amerika ada Harvard, dan di Mesir ada Al-Azhar, kami juga ingin membangun institut ini besar seperti mereka,” ujarnya bersemangat.
Nama Institut KH Abdul Chalim merujuk pada salah seorang kiai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yakni KH Abdul Chalim dari Majalengka Jawa Barat. Choirul Anam dalam buku terbarunya “KH Abdul Wahab Chasbullah: Hidup dan Perjuangannya (2015)” menyebut KH Abdul Chalim sebagai “komunikator kunci” kelahiran NU. Kiai yang tercatat sebagai “Katib Tsani” dalam kepengurusan awal PBNU ini menjadi komunikator antara Hadratusy Syekh KH M Hasyim Asy’ari dan kiai-kiai terkemuka di Jawa waktu itu.
KH Asep Saifuddin, Pemimpin Pesantren Amanatul Ummah yang menaungi perguruan tinggi ini, adalah putra bungsu dari KH Abdul Chalim. Sejak Asep naik ke kelas 2 SPM, Kiai Abdul Chalim mengirimkan putranya itu untuk belajar di pondok pesantren Al-Khozini Buduran Sidoarjo. Hingga kini, ia tinggal dan mengembangkan pendidikan di Jawa Timur.
Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang menaungi beberapa lembaga pendidikan di Mojokerto dan Surabaya tercatat sebagai salah satu lembaga pendidikan unggulan. Beberapa bulan lalu pesantren ini mendapatkan kunjungan kehormatan dari Presiden ketujuh RI Joko Widodo dan sejumlah pejabat penting dari Ibukota Jakarta dan Provinsi Jawa Timur.
Beasiswa
[caption id="attachment_780" align="alignright" width="244"]
Dikutip dari catatan Fadli Utsman dalam Majalah Amanatul Ummah (Edisi November 2015), para mahasiswa asing tertarik dengan gagasan besar serta beasiswa yang ditawarkan oleh Institut KH Abdul Chalim. Dengan bantuan jaringan NU di luar negeri terutama H. Masruhin dari Malaysia, belasan mahasiswa asing itu tertarik mengikuti kuliah dengan jalur beasiswa. Rencananya, mereka menyelesaikan pendidikan hingga lulus sarjana.
Gulim Konysbekova (16) dari Kazakhstan mengatakan, informasi keberadaan Institut KH Abdul Chalim ia peroleh dari bibinya yang tinggal di Malaysia. Sang bibi memberitahu orang tuanya bahwa ada kampus Islam di Indonesia yang menawarkan beasiswa. Gulim pun setuju tawaran beasiswa itu.
Dari Afghanistan ada Fari Q Kukar. Ayahnya, Dr. Fazil Ghani, pakar hukum Islam sekaligus pemimpin organisasi Nahdlatul Ulama Afghanistan, sebuah organisasi yang mempunyai hubungan erat dengan Nahdlatul Ulama yang ada di republik ini.
Selain beasiswa, para mahasiswa asing ini juga temotivasi belajar dan menimba pengalaman dari Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Ahmat Nurullah dari Vietnam mengatakan, penduduk muslim di negara kelahirannya sangat sedikit dan tidak banyak menempuh pendidikan tinggi.
Dari dalam negeri, Taslim Tupong dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak pernah menyangka bisa meneruskan pendidikan tinggi, apalagi sampai ke tempat yang jauh di pulau Jawa. Kondisi ekonomi keluarganya jelas tidak memungkinkan. Namun ia bahagia saat dihubungi gurunya yang juga pengurus NU di NTT bahwa ada tawaran beasiswa kuliah di Jawa. “Saya sampaikan kepada bapak saya, beliau langsung menangis kemudian memeluk saya,” kenangnya.
Kampus ini bervisi menjadi Institut Agama Islam terkemuka dalam menciptakan sumber daya manusia berwawasan dan berkemampuan global berlandaskan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, unggul, utuh, dan berjiwa mandiri.
Keunggulan dan Kekhasan
Adapun keunggulan dan kekhasannya antara lain berideologi Aswaja; mampu menjawab tantangan dan peluang globalisasi; berorientasi pada perkembangan sains dan teknologi; menghasilkan lulusan yang berkompetensi unggul di bidangnya, mahir memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, cakap berkomunikasi bahasa internasional (international communication quotient) dan kecakapan lintas budaya (cross-cultural quotient), mahasiswanya mandiri dengan memiliki kemampuan berwirausaha (entrepreneurship).
Kekhasan yang lain, kurikulumnya diselenggarakan dengan pola penggabungan antara sistem pondok tradisional (mahasiswa tinggal di asrama) dan sistem pendidikan umum. Mahasiswa diarahkan menguasai keahlian bersertifikasi untuk kompetensi Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Akuntansi, dan pemahaman IT. Khusus kelas internasional langsung diberikan bimbingan intensif untuk penulisan skripsi dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. (Red: Musthofa Asrori)
Sumber: NU Online (24 November 2015)
[caption id="attachment_775" align="aligncenter" width="1600"]
No comments:
Post a Comment