Saturday, March 19, 2016

“Kantin Kejujuran” ala MI Al-Fauzain Kebayoran

[caption id="attachment_743" align="alignleft" width="252"]kantin_kejujuran Penampakan kantin kejujuran di sebuah sekolah[/caption]

Kejujuran memang perlu ditanamkan sejak usia dini. Mulai dari bangku sekolah, bahkan sejak di rumah, sifat terpuji yang kini susah dicari itu patut dibiasakan. Pasalnya, kejujuran kini menjadi barang mahal sekaligus langka, apalagi di kota besar selayak Jakarta.


Di antara sekian cara menyemai kejujuran, adalah melalui kantin madrasah. Terobosan yang dilakukan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Fauzain Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ini patut dijadikan teladan bagi madrasah atau sekolah lainnya.


Kantin di bawah naungan Koperasi MI Al-Fauzain ini berdiri sejak MI Al-Fauzain Pagi dan Petang dilebur menjadi satu pada 1999. Sejak awal berdiri, dewan guru sebagai pengelola koperasi menerapkan mekanisme “Belanja, Bayar, Ambil Kembalian Sendiri” bagi para siswa.


Jika ada pembeli mengambil sendiri barang belanjaan, itu disebut pasar swalayan. Tetapi jika sang pembeli menjangkau sendiri, membayarnya, lalu mengambil sendiri uang kembalian, itu bisa kita temukan di kantin madrasah ini.


Madrasah yang berdiri sejak 1958 ini sepuluh tahun sebelumnya diapit oleh keramahan penduduk kampung. Sayangnya, kini terisolasi sejumlah gedung yang menjulang tinggi. Meski demikian, MI yang berdiri tegak di atas tanah wakaf sesepuh kampung Pondok Pinang Timur, Almarhum H Midi, ini terus berupaya menanamkan nilai-nilai jujur dan percaya sesama manusia.


Hampir setiap pagi anak-anak berkemurun di sekitar kantin madrasah. Mereka mengambil sendiri jajanan lalu memasukkan uang seharga jajanan ke dalam kotak uang yang sudah tersedia. Sekali dua, ada anak madrasah yang memasukkan uang lalu mengambil kembali jumlah uang yang lebih kecil sebagai kembalian.


Pihak guru melalui mekanisme belanja demikian berupaya menciptakan iklim jujur di lingkungan madrasah. Selain itu, mereka mendidik para siswa untuk mandiri sejak dini. “Kami ingin membiasakan jujur di kalangan pelajar,” kata Guru Sejarah Kebudayaan Islam Imran Rasyid.


Kantin sendiri buka sejak pukul 06.30 pagi. Satu kotak tempat uang disediakan pengelola koperasi. Ustadz Imran hanya melayani pengunjung koperasi ketika jam istirahat tiba, pukul 09.30 hingga 10.00. Selebihnya para murid melayani dirinya sendiri. “Pokoknya layanan kantin ini non stop,” kata Bendahara MI Al-Fauzain ini.


Koperasi ini menyediakan aneka jajanan anak-anak madrasah terutama makanan ringan. Pengelola koperasi juga menyediakan jajanan berat seperti mie instan, ketoprak, atau ketupat sayur. Untuk belanjaan seperti ini, Imran turun tangan melayani pembelinya. “Mana yang anak-anak tidak bisa, kami layani,” kata dia.


Soal tarif, jangan ditanya. “Kami kasih keringanan kepada anak-anak dengan harga murah. Sangat murah. Mana ada ketoprak seharga Rp.2000?” kata Imran yang juga telaten merawat pepohonan yang rimbun di halaman madrasah tersebut.



Imran menuturkan, banyak orang terkejut melihat model kantin MI Al-Fauzain. Sebut saja Amir Siregar, mantan RT di lingkungan kompleks Pondok Indah. Ketika menjenguk cucunya yang sekolah di madrasah ini, ia menjuluki koperasi ini dengan “Warung Kejujuran”.


Menurut Wakil Kepala MI Al-Fauzain Iis Supriatin, pernah ada seorang pemantau dari Australia yang kaget seraya mengatakan, “Kok ini pelajar belanja sendiri dan bayar sendiri lalu mengambil uang kembalian sendiri?”


Murah Meriah


Soal tarif aneka jajanan, pelayan koperasi cukup memberitahukannya di awal. Selebihnya para murid sudah terbiasa dan berjalan dengan sendirinya. “Kalau lupa harganya, satu dua dari mereka mendatangi kami, bertanya,” ujar Imran.




[caption id="attachment_750" align="alignright" width="262"]Pengumuman tentang mekanisme kantin kejujuran Pengumuman tentang mekanisme kantin kejujuran[/caption]

Imran tak segan mencegah siswa yang terlalu banyak jajan pada satu jenis tertentu. Ia memerhatikan kesehatan murid dalam hal ini. Ia pernah menegur murid yang berulang kali dalam amatannya membeli es. “Jangan jajan es melulu, nanti sakit,” kata dia kepada salah satu muridnya.

Menurut dia, umumnya pengunjung madrasah tidak terlalu ngeh dengan pola kantin MI Al-Fauzain. Mereka hanya datang sekilas. “Tetapi bagi ibu-ibu yang mengantar dan menunggui muridnya, mereka mengerti betul.”


Sebenarnya, pola pendidikan jujur dan terbuka seperti ini amat baik kalau diterapkan juga di madrasah lain. Di Kelompok Kerja Madrasah (KKM), kita belum sosialisasi. Kita berharap madrasah lain mendidik jujur para murid melalui bentuk konkrit.


Pengawasan menjadi masalah mudah. Wali murid pun tahu. Mereka yang mengantar dan menunggui anaknya ikut mengawasi kantin. Kalau ada anak yang curang, mereka melaporkannya ciri-ciri dan identitas kelasnya. “Mereka ikut pantau dan lapor. Kami cukup kasih peringatan aja ke murid yang bersangkutan. Mereka agak jera kalau dikasih peringatan,” ungkap Imran.


Imran mengakui kejujuran di lingkungan MI Al-Fauzain belum sepenuhnya terwujud. Yang diharapkan memang belum terjadi. Hanya saja 90% lebih sudah tercapai. Kalau pun ada yang curang, paling satu dua anak saja.


“Tugas kami para dewan guru hanya memberikan kepercayaan kepada para murid. Sebab kata orang, selain kesehatan, jujur dan kepercayaan jadi barang mahal di zaman sekarang apalagi di kota besar,” pungkas Imran. (Red: Musthofa Asrori)


Sumber: NU Online (20 November 2015)

No comments:

Post a Comment