Tangan dinginnya telah berhasil menyulap madrasah-madrasah biasa menjadi sekolah unggulan bertaraf internasional. Dalam menyiasati berbagai keterbatasan yang dimiliki madrasah, Suami Susi Retnowati dan ayah Shaleha Hadiyatullah itu banyak memetik pelajaran dari perjalanan hidupnya yang penuh kesulitan dan perjuangan.
Dunia pendidikan islam saat ini didera oleh stigma sebagai lembaga pendidikan kelas dua. Meskipun kiprah madrasah telah ratusan tahun mengiringi sejarah pendidikan bangsa, tetapi masih banyak orang yang memandang madrasah dengan sebelah mata.
Menghilangkan Stigma
Tanpa disadari, para pelaku pendidikan madrasah sendiri banyak yang membuat permakluman atas hal ini. Madrasah, dengan beban muatan materi pelajaran yang lebih banyak, dianggap wajar bila tertinggal dari sekolah umum yang memang fokus hanya mengejar prestasi di bidang-bidang studi umum.
Namun stigma tersebut lambat laun pudar berkat kerja keras para praktisi madrasah yang kompeten dalam membangun instutusinya, seperi Ahmad Hidayatullah. Sejak ditunjuk menjadi kepala MAN 3 malang, banyak perubahan yang dicapainya.
Dalam Olimpiade Sains Nasional XII tahun 2013 yang digelar di Bandung (2-8 September), misalnya, 21 siswa-siswi dari MAN 3 Malang, MAN Insan Cendekia Serpong, dan MAN Insan Cendekia Gorontalo berhasil menyabeibt 4 emas, 8 perak, dan 9 perunggu. Semua madrasah itu pernah ditangani oleh Hidayatullah.
Perubahan drastis yang dicapai MAN 3 Malang membuat Kementrian Agama terpesona. Sekolah itu kemudian ditetapkan sebagai Pilot Project melalui Gerakan Menjadikan MAN 3 Malang Sebagai Etalase Madrasah Indonesia (GEMMA SEMI).
Sejak Maret 2012, Ahmad, demikian alumnus program magister UNJ Jakarta dan UGM Yogyakarta serta doktor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini akrab disapa, mendapat mandat dari Kementerian Agama untuk membuat perubahan besar di MAN 3 Malang.
Penugasan ini tentu bukan asal comot. Sebelumnya, pria kelahiran Bangil, Jawa Timur, 47 tahun silam ini, dianggap telah berhasil menaikkan kelas MAN Insan Cendekia Serpong, Tangerang, dan MAN Insan Cendekia Gorontalo menjadi madrasah berkelas internasional.
Ahmad ingin kesuksesannya membangun dua MAN Insan Cendekia menjadi sekolah unggul bisa menginspirasi madrasah-madrasah lain. Tetapi rupanya hal ini belum sepenuhnya terwujud karena masih ada pihak-pihak yang melihat keberhasilan itu sebagai hal biasa karena kedua madrasah tersebut memang dikembangkan dengan biaya tinggi.
MAN 3 Malang merupakan madrasah konvensional dengan dinamika turun-naik dan pembiayaannya sama dengan madrasah-madrasah lain. Kenyataannya siswa-siswi MAN 3 telah berhasil merebut medali di olimpiade nasional. “Kalau MAN 3 bisa, kenapa yang lain tidak?” katanya.
Membangun Spirit
Sejak hari pertama dilantik menjadi Kepala MAN 3 Malang, pada 6 Maret 2012 lalu, Ahmad langsung sprint. Berbagai strategi dan inovasi ia coba terapkan. Ia memulai dengan memetakan potensi apa yang ada di lembaganya.
Hasilnya berupa peta SDM pegawai dan potensi madrasah yang kemudian digunakan untuk menyusun skala prioritas pengembangan. Dari tahapan ini dirumuskan Pedoman Penyelenggaraan MAN 3 Malang untuk 5 tahun ke depan, yang kemudian di-breakdown menjadi rencana kerja jangka menengah, rencana kerja tahunan, serta rencana kerja anggaran.
“Untuk membuat peta potensi SDM, kami undang PUSPENDIK untuk menguji potensi guru-guru kami semua dari empat kompetensi: kepribadian, sosial, profesional, maupun kompetensi pedagogik,” katanya. Test juga diterapkan untuk para pegawai yang diharuskan menjalani uji potensi kinerja, intelektual, semangat kerja, dan potensi manajerial.
Dari pemetaan tersebut lalu Ahmad membuat program peningkatan dan pemerataan kapasitas para pengajar dengan menerapkan sistem tutor kemitraan. Setiap Sabtu dua pekan sekali para guru dalam satu rumpun bidang studi saling belajar dan bertukar pengalaman dan keahlian. Ahmad juga menghadirkan 27 professor dari perguruan-perguruan tinggi di Malang dan sekitarnya untuk meningkatkan pengetahuan para guru.
Perubahan penting lain yang didorong Ahmad adalah membangun spirit dan mindset para guru, bahwa pendidikan adalah bagian pembangunan peradaban yang dimandatkan Allah kepada seluruh umat manusia. Karena itu mengupayakan yang terbaik dalam pendidikan menjadi tugas semua orang dan menjadi medan jihad yang sesungguhnya.
Penasehat Pesantren Wahid Hasyim Bangil itu juga berusaha mengembangkan budaya transparan, partisipatif, prestatif, disiplin dan melayani. Itu semua berawal dari diri Ahmad sebagai pelopor keteladanannya.
“Alhamdulillah, dengan kebijakan ini setiap guru saling mendukung dan saling memberikan kritik membangun,” katanya. Tradisi baru yang terbuka ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana fair dalam berekrja, tidak ada orang yang merasa terzhalimi.
Perguruan Tinggi Asing
Tahun ajaran baru 2012-2013 menjadi awal aksi go internasional yang dilakukan Ahmad Hidayatullah. Beberapa perwakilan perguruan tinggi luar negeri diundang olehnya untuk berkunjung dan melihat langsung proses pembelajaran di MAN 3.
Hasillnya cukup menggembirakan. Perwakilan dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Kyungsung University Korea, Aoyama School of Japanese (Tokyo), dan tiga universitas dari Sudan itu mengaku terkesan dengan sistem pembelajaran yang diterapkan MAN 3 Malang. “Mereka baru tahu bahwa ada lembaga pendidikan keagamaan, semacam madrasah, yang menerapkan sistem pendidikan sebagus ini,” kata Ahmad.
“Kalau lulusan sudah bisa bersaing dengan lulusan SMA dari negara lain untuk masuk ke universitas di luar negeri, itu salah satu tanda bahwa standar internasional tersebut telah tercapai,” ungkap Ahmad.
Mimpinya itu segera ia wujudkan. Belum genap satu tahun Ahmad memimpin, dua siswa MAN 3 Malang berhasil menembus ujian masuk sebuah perguruan tinggi di Jepang dan dua lagi di Sudan. Bahkan salah seorang diantaranya menduduki ranking satu dari 15 penerima beasiswa studi di Jepang yang program seleksinya dilakukan langsung oleh utusan dari pemerintah Jepang.
“Siswa MAN 3 Malang meraih ranking satu se-Indonesia dalam seleksi itu, menyisihkan siswa BPK Penabur dan MAN Insan Cendekia,” paparnya.
Tahun berikutnya (2013), terjadi peningkatan. Enam anak asuhnya diterima di Jepang, Madinah University, dan fakultas kedokteran sebuah Perguruan Tinggi di Jerman. Mulai tahun ajaran baru kemarin, MAN 3 juga mengubah sistem perekrutan siswanya. Nilai Ujian Nasional hanya sebagai syarat administrasi, bukan menjadi pertimbangan dalam seleksi. Sementara seleksinya sendiri menggunakan ujian yang juga mencakup minat dan bakat, semangat, serta daya tahan terhadap stres.
Berjualan Kopi
Ahmad Hidayatullah lahir dari keluarga biasa. Anak ke-10 pasangan Baim dan Muzdalifah yang tinggal di dusun Sangeng Utara, Kelurahan Bendomungal, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, itu waktu kecil terbiasa hidup pas-pasan.
Karena itu pria yang waktu kecil biasa dipanggil Mamad itu terbiasa bekerja keras membantu orang tuanya. Di luar jam-jam belajarnya, sejak sekolah dasar hingga menengah atas, ia harus menyiangi sawah garapan, seperti kebanyakan anak sebayanya pada masa itu.
Hidup sebagai keluarga petani bersahaja mengantarkannya lulus sekolah menengah atas, sesuatu hal yang cukup membanggakan untuk ukuran saat itu. Tetapi ia belum puas dengan ijazah Madrasah Aliyah.
Ia kemudian hijrah ke Malang untuk meneruskan studi di Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia di Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (IKIP Malang). Saat kuliah Ahmad berusaha mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya di rantau dengan berjualan kopi keliling. “Setiap pulang kuliah, saya langsung shalat zhuhur, lalu berjalan kaki menenteng terpos dan rencengan kopi bungkus,” kenang Ahmad. “Terkadang dalam sehari saya harus berjalan kaki sejauh 20 kilometer untuk berjualan,” katanya.
Debutnya sebagai pendidik dimulai ketika ia mengajar sebagai guru bhakti di SDN Sumber Anyar 2, Nguling, Pasuruan. Pada saat yang sama ia dipercaya menjadi asisten dosen di IKIP Malang pada 1989-1992. Setelah itu mencoba peruntungan dengan mengikuri seleksi penerimaan pegawai di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan lolos.
Ketika pada tahun 1996-1997 BPPT memulai proyek Maghnet school STEP – BPPT yang merupakan rintisan sekolah Insan Cendekia, Ahmad Hidayatullah dipercaya menjadi Koordinator kerjanya. Dan ketika ada kebijakan Presiden Gus Dur untuk mengembalikan BPPT menjadi lembaga riset murni pada tahun 2001 yang membuat SMA Insan Cendekia harus diserah kelolakan kepada Departemen Agama dan berubah menjadi MAN Insan Cendekia, Ahmad dipercaya menjadi Kepala MAN Insan Cendekia Gorontalo (2002 – 2008).
Keberhasilannya mengantarkan MAN Insan Cendekia menjadi sekolah berprestasi, membuatnya kemudian dipercaya juga untuk mengepalai MAN Insan Cendekia Serpong pada 2008 – 2012. Lagi-lagi berbagai prestasi ia torehkan. Hingga akhirnya Pemerintah mempercayakan kerja menantang membuat MAN 3 Malang yang semula madrasah negeri biasa menjadi madrasah bertaraf internasional.
Hemat Rp 100,-
Menyulap madrasah menjadi sekolah level internasional bukan pekerjaan mudah. Di tengah pandangan umum yang under-estimate terhadap madrasah, Ahmad berkeyakinan model madrasah justru paling cocok untuk tipikal generasi muda muslim Indonesia yang memadukan unsur IPTEK dan IMTAQ.
Ia berharap, negara mau terus mendorong, memotivasi dan memfasilitasi pengembangan madrasah-madrasah untuk menjadi madrasah internasional. “Guru dan siswa madrasah itu hebat-hebat, kita tinggal menemukan potensi terpendam mereka lalu mengolahnya dengan cara yang tepat, insya Allah semua harapan besar itu akan tercapai,” katanya.
Ahmad bersama para guru dan siswa MAN 3 Malang tak pernah berhenti berinovasi. Prestasi terbarunya adalah mendapat nominasi award sebagai madrasah mandiri dari Kementrian Agama, berkat program M3M Community. M3M Community adalah instrumen yang diciptakan oleh komunitas MAN 3 Malang, baik civitas akademis maupun masyarakat umum yang simpati pada gerakan sosial yang sedang digulirkan oleh MAN 3 Malang dalam membuka peluang belajar bagi para yatim piatu dan dhuafa agar dapat menikmati fasilitas belajar yang bermutu.
Program ini berobsesi menjadikan pendidikan bermutu tetap dapat diwujudkan dan dinikmati siapa pun tanpa menjadi beban tanggung jawab orang tua atau beban bertambahnya anggaran negara. Gerakan M3M Community berusaha mencarikan sumber pembiayaan alternatif bagi MAN 3 melalui program-program penggalangan dana sosial, seperti program hemat Rp. 100 perhari perindividu. Luar biasa..!
Tugas Baru
Pertengahan Agustus 2015 diadakan acara pisah-sambut dari kepala lama kepada yang baru dilangsungkan di aula MAN 3 Malang, dengan penyarahan sejumlah dokumen penting disaksikan langsung oleh kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang. Dra. Hj. Binti Maqsudah, M. Pd menjadi Kepala MAN 3 yang baru menggantikannya.
“Tidak ada yang saya tinggalkan di madrasah ini, kecuali hanya lah jejak-jejak kerja kita bersama selama ini. Saya belum bisa memberikan apa-apa untuk MAN 3, kalau pun ada itu adalah hasil perjuangan para guru dan staf karyawan,” ujarnya rendah hati.
Di MAN 3 Malang, Ibu Binti bukanlah orang baru. Selain sebelumnya adalah kepala MTs Negeri 1 Malang yang seringkali melakukan kerjasama dengan MAN 3 sebagai madrasah terpadu, ia juga pernah bertugas sebagai guru di MAN 3 selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, ia masih perlu melakukan banyak kordinasi dengan para guru untuk menjalankan tugasnya sebagai pimpinan.
Ahmad Hidayatulah mengingatkan, siapa pun orang yang memimpin madrasah, kalau semua komponen mau berkerja keras, tulus dan ikhlas, maka lembaga akan bangkit dan maju. Ia mengajak semua pihak mendukung pemimpin madrasah yang baru. “Tidak ada resep atau teori apapun untuk membuat terus maju madrasah ini, kecuali mari kita dukung Bu Binti sebagai kepala baru kita,” katanya.
Sebelum meninggalkan MAN 3, ia berpesan kepada seluruh elemen guru dan karyawan, untuk tetap bersemangat dalam bekerja dan mengabdikan dirinya sebagai guru dengan tetap menjadi suri tauladan bagi para siswa. Ahmad menegaskan bahwa energi mereka hendaklah digunakan untuk membangun dan mengembangkan madrasah, agar cita-cita luhur MAN 3 dapat tercapai. “Tetaplah tulus dan ikhlas, semoga Allah meridoi kita semua,” pesannya.
Upacara 17 Agustus 2014 menjadi upacara terakhirnya di MAN 3 Malang. Di hadapan 700-an siswa MAN 3 Malang, ia menyatakan masih merasa memiliki MAN 3 Malang. Ia merasa tidak meninggalkan madrasah yang beralamat di Jl Bandung Malang itu.
“Meski saya dipindahkan ke Surabaya, namun jiwa saya tetap disini, tetap bersama anak-anak semua,” kata Ahmad. Tidak sedikit siswa yang menangis melepas kepergiannya. [Red: Anam]
No comments:
Post a Comment