Monday, June 6, 2016

Empat Rahasia Kurikulum Pesantren Salaf Bisa Bertahan

[caption id="attachment_1887" align="aligncenter" width="720"]Santri Pesantren Salaf Santri Pesantren Salaf[/caption]

Jakarta, PendidikanIslam.ID - Pesantren Salaf adalah sebutan bagi pondok pesantren yang mengkaji kitab kuning. Pesantren salaf identik dengan pesantren tradisional yang berbeda dengan pesantren modern dalam hal metode pengajaran dan infrastrukturnya. Di pesantren salaf, hubungan antara Kyai dengan santri cukup dekat secara emosional. Kyai terjun langsung dalam menangani para santrinya.

Menurut alfitri.net, setidaknya ada 4 (empat) hal yang membuat pesantren salaf bisa bertahan bahkan eksis dari tahun ke tahun di era milenium ini. 1) Mata Rantai Keilmuan yang Kredibel (Bersanad/kredibel); 2) Tahan terhadap Perubahan Pasar (Konsisten); 3) Terhubung antara Satu Disiplin Ilmu dengan Yang lain (Terintegrasi) dan 4) Khatam Kitab, dari Awal hingga Akhir (Tuntas).

Untuk “bersanad/kredibel”, ilmu pesantren salafiyah berasal dari Nabi Muhammad SAW, dibawa para Sahabatnya. Dilanjutkan oleh Tabi’in. Dilestarikan oleh Tabi’it Tabi’in. Diabadikan oleh Salaf al-Shâlih dalam kitab-kitab mu’tabarah. Dibumikan oleh para kiai di pesantren.

Konsisten. Biarpun pasar butuh tenaga pertanian, kurikulum pesantren tetap mengajar-didikkan Tauhid (Teologi), Fiqh (Hukum Islam), Akhlaq (Etika Islam), Tafsir (Koran-Commentary), Ushûl al-Fiqh (Filsafat Hukum Islam), Nahwu (Sintaksis), Sharaf (Morfologi), Balâghah (Retorika), Târîkh (Sejarah Islam), Manthiq (Logika), Falak (Astronomi). Selama masih pesantren, disiplin ilmu-ilmu ini tetap akan dipelajari.

Terintegrasi. Al-Quran dan Hadits sumber intelektulitas, mentalitas, dan aktivitas muslim. Tauhid menanam keyakian. Fiqh menata tindakan. Akhlak menata sikap.

Mengkaji al-Quran butuh Nahwu-Sharaf-Balâghah, Tarîkh, bahkan Manthiq dan ilmu-ilmu bantu terkait. Falak diperlukan untuk tahu proses penetapan waktu salat, arah kiblat, puasa Ramadlah, hari raya Fitri dan Kurban.

Tuntas. Satu kitab matan dibaca. Tidak berpindah ke kitab lanjutan (syarh, atau hâsyiyah), sebelum kitab-kitab matan itu khatam. Itu sebabnya, jenjang kelas dinamai dengan nama kitab-kitab Nahwu: kelas Jurumiyah, kelas ‘Imrithiy, dan kelas Alfiyah.

Ada pula yang menamai kelas-kelas tersebut dengan nama kitab-kitab Fiqh: kelas Mabâdi, kelas Safînah, kelas Taqrîb, kelas Mu’în, dan kelas Wahab. Penamaan ini mencerminkan intensitas fokus, identifikasi target, kejelasan visi, dan ketepatan misi.

Oleh karenaitu, kalau ada hasil penelitian bahwa kurikulum pesantren tidak kredibel, tak punya integritas, tidak jelas, konservatif, kuno, tidak modern, dan amburadul adalah kesimpulan yang salah. (@viva_tnu)

No comments:

Post a Comment