Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Mu’ti dalam kegiatan sarasehan nasional guru dan pengawas PAI di Jakarta, Senin (13/6).
Menurutnya, sifat ekslusif di kalangan siswa akan memunculkan perasaan terpinggirkan, aspirasinya tidak ditampung, dan dalam hal pergaulan akan menybabkan mereka mempunyai sedikit teman. “Ketika tidak punya teman, maka anak akan mudah memberontak,” tambahnya.
Kelompok ekstrimis dan teroris tidak akan banyak dan akan selalu menjadi minoritas karena sifat ekslusif dan membatasi diri dari orang lain itu. Namun, Abdul Mu’ti mengingatkan, keberadaan mereka tidak bisa diremehkan. “Mereka itu kecil tapi nekat,” katanya.
Karena itu, ia berpesan kepada para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk senantiasa melakukan monitoring kepada para siswanya. Tidak hanya cukup ditanyakan apakan mereka sudah shalat, tetapi juga ditanyakan dengan siapa saja mereka bergaul dan bagaimana pemahaman mereka terkait hal-hal tertentu, kemudian para guru memberikan feed back atau umpan balik dengan proses dialog.
Ia mengingatkan, para guru perlu menenanamkan sikap besar hati dan percaya diri kepada siswa dalam bergaul dengan siswa dan masyarakat luar. Perlu juga ditanamkan dalam dri para siswa bahwa diri mereka bermakna dan berarti di tengah masyarakat.
“Kalau dalam bahasa Melayu dikatakan ‘Kehadirannya menggenapkan ghaibnya mengganjilkan’,” katanya. Dengan merekatkan siswa dengan masyarakat dan menguatkan peran mereka di tengah masyarakat, maka mereka akan terhindar dari bibit-bibit terorisme. (Khoirul Anam)
No comments:
Post a Comment