Tuesday, June 7, 2016

Mengapa Hawa Nafsu Harus Dikendalikan?

[caption id="attachment_1894" align="aligncenter" width="640"]Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan ceramah di depan para pegawai Kemenag. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan ceramah di depan para pegawai Kemenag.[/caption]

JAKARTA, PENDIDIKANISLAM.ID - Hari pertama puasa Ramadhan 1437 H, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi pengisi perdana kuliah tujuh menit (kultum) di Mushola At-Tarbiyah Gedung Kemenag, Lantai 6 Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (6/6). Lukman mengajak aparatur Kemenag lebih memaknai puasa, tidak sekadar menahan makan, minum, dan berhubungan suami-istri saja.

Menurutnya, menahan berarti pengendalian diri, sehingga hakikat menahan diri adalah pengendalian nafsu. Bulan Ramadhan adalah kesempatan penting untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu.

“Mengapa hawa nafsu harus dikendalikan? Karena segala kerusakan di muka bumi ini berawal dari nafsu. Semua masalah, dari persoalan bangsa, masyarakat, RT/RW, tetangga hingga keluarga atau bahkan diri sendiri, semua berawal dari ketidakmampuan kita mengendalikan nafsu,” jelasnya seperti dilansir kemanag.go.id.

Dijelaskan Menag, Al-Quran memilah nafsu menjadi tiga. Pertama, Nafsu Mutmainnah, yaitu nafsu yang membuat pemiliknya tenang dalam ketaatan. Kedua, Nafsu Ammarah. Nafsu ini sangat berbahaya apabila melekat pada diri seorang manusia. Sebab, ia suka mengarahkan manusia kepada perbuatan buruk. Ketiga, Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk tapi condong ke keburukan.

Dengan menjalankan syariat puasa, lanjut Menag, umat Islam diharapkan akan lebih arif atau bijak dalam menghadapi segala persoalan. Orang yang arif atau bijak itu lebih dari sekedar tahu atau paham, tapi juga mengetahui implikasi dan beroreinstasi masa depan. Bahkan mampu memahami latar belakang dari sebuah persoalan.

Selain itu, Menag juga mengingatkan pentingnya dampak puasa dalam kehidupan sosial. Menurutnya, ketaatan hamba Allah sebagai khalifah harus direfleksikan dalam fungsi sosial. “Jadi jangan lagi punya anggapan, saya buru-buru pulang, saya tinggalkan pekerjaan di kantor, karena di rumah mau baca Al-Qur’an atau ibadah mahdhoh lainnya. Padahal masih harus menjalankan tugas melayani,” tutur Menag.

“Menjalankan fungsi sosial juga ibadah, Islam tidak memisahkan itu. Fungsi sosial bagian dari esensi ajaran agama,” tambahnya sembari mengapresisai acara kultum ini sebagai tradisi yang baik. (Red: Fathoni Ahmad)

No comments:

Post a Comment