Kisah ini menjadi latar belakang ditulisnya kitab yang cukup masyhur di pesantren, yaitu Ayyuhal Walaad, karangan Imam Al-Ghazali. Kitab yang tipis, tidak lebih dari 26 halaman ini, adalah sebuah jawaban bagi muridnya yang menulis surat akan kegelisahan hatinya usai mencari ilmu. Berikut kisah lengkapnya yang ditulis di bagian awal kitab yang meski kecil, tapi penuh makna.
Dahulu ada seorang murid yang yang mengabdi dan tekun belajar pada Imam Al-Ghazali. Ia dengan rajin belajar dan menuntut ilmu darinya sehingga menguasai ilmu-ilmu yang mendetail, yang tidak diketahui oleh orang awam, dan memiliki kekuatan jiwa. Pada suatu hari, murid Imam Al-Ghazali ini merenung dan tafakkur akan keadaan dirinya dan mengkhawatirkan perilakunya.
Ia berkata, “Sungguh aku telah membaca bermacam-macam ilmu dan telah mencurahkan umurku untuk belajar dan menghasilkan ilmu. Saat ini yang seyogyanya aku ketahui adalah, ilmu yang mana yang akan bermanfaat bagiku, serta menjadi pengiringku di dalam kubur. Dan ilmu mana yang tidak bermanfaat bagiku, sehingga akan aku tinggalkan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Ya Allah, Aku berlindung pada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
Pikiran-pikiran itu selalu melekat dan menghantui pada diri Sang Murid. Oleh karena itulah ia kemudian menulis surat pada gurunya, Al-Ghazali, untuk meminta fatwa dan nasehat, menanyakan beberapa masalah, memohon nasihat dan doa, sambil berkata, “Walaupun kitab-kitab karangan guruku seperti Ihya Ulumiddin dan lain-lainnya sudah mencakup masalah dan dan problemku, namun yang aku inginkan adalah guruku, Al-Ghazali, menulis pada lembaran-lembaran kertas yang bisa selalu bersamaku sepanjang hidupku dan akan aku amalkan isinya sepanjang umurku, Insyaallah.
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dilayangkan oleh Sang Murid melalui sebuah surat. Atas pertanyaan dalam surat ini, kemudian Al-Ghazali menulis surat balasan dengan selalu didahului panggilan “Ayyuhal Walaad”, Wahai Anakku, yang kemudian menjadi nama kitab ini. Berikut beberapa jawaban dari Sang Guru:
Duhai Anakku,
Semoga Allah selalu melanggengkanmu menjadi orang yang taat dan menjadikanmu orang yang mengikuti perilaku kekasih-Nya, sesungguhnya penjelasan nasehatku tertulis dalam surat ini. Jika dari surat ini kamu bisa mengambil suatu nasehat dan pitutur, nasehat apa yang kamu butuhkan? Dan jika dari surat ini kamu tidak bisa mengambil nasehat, maka katakana padaku, “Apa yang telah kamu hasilkan di masa-masa yang telah lewat?”
Duhai Anakku,
Sebagian dari yang dinasehatkan Rasulullah kepada umatnya adalah ucapan beliau, “Tanda berpalingnya Allah dari hamba adalah jika ia sibuk melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat. Dan sesungguhnya orang yang kehilangan umurnya untuk selain ibadah, tentu patut baginya menyesal selamanya. Barang siapa umurnya telah melebihi 40 tahun, namun amal kebaikannya terkalahkan oleh amal jeleknya, maka bersiap-siaplah masuk neraka.
Di dalam nasihat ini telah mencukupi bagi ahli ilmu.
Duhai Anakku,
Memberi nasihat itu mudah. Yang sulit adalah menerimanya karena nasehat bagi orang yang menuruti nafsunya itu terasa pahit. Sebab justru perkara yang dilarang itu yang disenangi dalam hatinya.
Apabila engkau telah belajar ilmu selama 100 tahun dan membaca 1000 kitab itu bukan jaminan engkau mendapat rahmat Allah, kecuali dengan mengamalkannya. Dan sesungguhnya tidak akan bermanfaat bagi seseorang kecuali yang telah dilakukannya. “Barang siapa yang berharap mendapat rahmat Allah, maka hendaklah beramal shaleh.”
No comments:
Post a Comment