Pada tahun 665 H ada peristiwa penting, sebagaimana ditulis Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah, h. 2064. Dikisahkan ada seorang laki-laki yang dipanggil dengan Abu Salamah dari daerah Bushra. Karakternya ia suka bercanda dan berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Suatu saat ini diberitahu tentang siwak dan keutamaannya. Namun, apa tanggapannya? Ia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bersiwak kecuali di dubur.”
Usai mengucapkan kata-kata ini, ia mengambil siwak dan memasukkan ke duburnya, kemudian di keluarkan kembali.
Entah mengapa sejak peristiwa itu, Abu Salamah mengeluh sakit perut dan dubur. Itu terjadi hingga sembilan bulan.
Ternyata, selama ini di perut Abu Salamah mengandung sesuatu. Dikisahkan bahwa ia kemudian melahirkan anak seperti tikus yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala ikan, memiliki empat taring yang menonjol. Panjang ekornya satu jengkal empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci.
Ketika proses keluar dari perut Abu Salamah, binatang yang aneh itu mengeluarkan suara jeritan hingga tiga kali. Mendengar lolongan binatang ini, putri Abu Salamah muncul dan langsung memukul hewan itu hingga pecah kepalanya.
Kejadian ini disaksikan banyak orang, termasuk para khotib. Dan sejak peristiwa ini Abu Salamah hidup selama dua hari, lalu meninggal pada hari yang ketiga. Dan sebelum meninggal ia berkata, “Hewan itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku.”
Inilah salah satu contoh bagi yang meremehkan ajaran kebaikan. Tak boleh sedikitpun kita menghina suatu kebaikan yang diajarkan kepada kita, baik sesuatu yang besar atau hal yang mungkin remeh temeh. Baik itu dari guru kita, orang tua, teman, atau bahkan orang yang lebih muda usia atau bahkan lebih sedikit ilmunya.
Di antaranya perihal siwak. Di mana siwak ini menjadi kesunnahan di dalam Islam bagi setiap Muslim. Bahkan ada ulama yang mewajibkannnya, karena banyaknya manfaat dan faedah tatkala kita melakukannya, baik saat beribadah maupun untuk bermuamalah, bergaul dengan seksama.
Yuk, jangan lupa bersiwak!
Saya punya pengalaman menarik mengenai bersiwak ini, saat mau naik angkot, ada seorang kakek2 yang menggosokan sesuatu ke giginya, baru ia naik juga. Pas dilihat giginya masih segar2 seperti anak muda. Saya tanya, kakek sudah dawam bersiwak ya? Beliau jawab Alhamdulillah itu memang 'kewajiban' kakek. Masya Allah, ternyata setelah ditelusuri ia adalah ulama...
ReplyDelete